Sastra lahir dari proses kegelisahan sastrawan atas kondisi
masyarakat dan terjadinya ketegangan atas kebudayaannya. Sastra sering
juga ditempatkan sebagai potret sosial. Ia mengungkapkan kondisi
masyarakat pada masa tertentu. Ia dipandang juga memancarkan semangat
zamannya. Dari sanalah, sastra memberi pemahaman yang khas atas situasi
sosial, kepercayaan, ideologi, dan harapan-harapan individu yang
sesungguhnya merepresentasikan kebudayaan bangsanya. Dalam konteks
itulah, mempelajari sastra suatu bangsa pada hakikatnya tidak berbeda
dengan usaha memahami kebudayaan bangsa yang bersangkutan. Dengan
perkataan lain, mempelajari kebudayaan suatu bangsa tidak akan lengkap
jika keberadaan kesusastraan bangsa yang bersangkutan diabaikan. Di
situlah kedudukan kesusastraan dalam kebudayaan sebuah bangsa. Ia tidak
hanya merepresentasikan kondisi sosial yang terjadi pada zaman tertentu,
tetapi juga menyerupai pantulan perkembangan pemikiran dan kebudayaan
masyarakatnya.